Kamis, 26 Mei 2011

Karena udah Tarbiyah, harus pinter-pinter Japan*

(*Jaga Pandangan)
 
Sore itu,  akh Adi duduk di halaman Jurusan. Ia menatap langit yang biru berhiaskan awan-awan putih laksana kapas, iring-iringan burung, dan semilir angin turut menambah semarak suasana sore itu. “Subhanaka, ma khalaqta ha dza bathila...,” terucap lirih dari lisannya. Tapi dalam benaknya, ia masih berfikir tentang kejadian tadi siang, saat salah seorang sahabatnya, akhi Budi, tidak lagi menyapanya seperti biasa. Tapi kalau kita tahu bahwa mereka sedang menghadapi konflik, mungkin jadi maklum.



Ya, sebuah kejadian sepekan lalu, ketika mereka mengenal seorang mahasiswi baru, yang juga baru terlibat dalam aktivitas dakwah di LDK, ukhty Efrita namanya. Seorang akhwat berparas menawan bak permata, suaranya halus laksana sutera, serta akhlak yang memukau seperti para shahabiyah, dan weeess pokoknya kayak bidadari jatuh dari langit (dalam pandangan mereka berdua tentunya). Gawatnya, mereka melupakan satu etika penting yang diajarkan dari mentoringnya (tarbiyah), yaitu Ghadul Bashar atau dalam istilah bekennya “Japan” = Jaga Pandangan.
ilustrasi: akh danang k.
Tanpa disadari, sang akhwat tersebut telah memukau kedua sahabat itu hingga keduanya saling berebut untuk “tampil sok yes” di hadapannya, lebih gawat lagi, mereka tampak lupa dengan semangat bersaudara dalam ikatan aqidah & jama’ah Dakwah.
Siang-malam, pagi-sore kepikiran terus... “wah, jangan-jangan akh Adi mendahului gue ntar,... ndak, itu mah ndak bakal terjadi,... tapi kenapa ya hatiku terasa gersang..” gumam Budi. “piye iki, mengko ndang kedhisikan (bgmn nih, jangan2 kedahuluan) akh Budi, tapi masak aku mesti berebut begituan (akhwat) sama saudaraku sendiri...tapi... kenek opo ya perasaanku kok ora enak.”
Beberapa hari dilalui dalam suasana “Perang Dingin” sampai-sampai akh Dian, ketua LDK kebingungan dengan perilaku aneh dua kadernya itu. Kok tampaknya ada masalah dengan mereka, “Ya Allah persatukan hati kami dalam kebaikan, dan bersihkan prasangka buruk dari diri kami,” doa akh Dian melihat hal kurang wajar itu.
Malam itu, Adi tidak bisa tidur, sepanjang malam dia terngiang kata-kata Murabbinya, Ustadz Ahmad, “akhi, kalau kita berbenah, berikhtiar menjadi seorang yang shalih, insyaAllah Dia kan Tunjukkan Jalan terbaik menjemput bidadari kita.” Sebenarnya dia juga menyesal tlah bersikap kurang ramah pada saudaranya.
Lain halnya dengan Budi, Ia juga sama-sama tidak bisa tidur karena merasa bersalah telah menyakiti ukhuwah dengan saudara seperjuangannya di LDK, “Ya Allah, kalau hanya gara-gara ukhty Ita, hubungan sillaturrahim hamba menjadi rusak dengan akh Adi, padahal nabiMu telah mengajarkan tuk menjalin silaturrahim, hamba ikhlaskan beliau tuk akh Adi, semoga mereka bahagia.” Itu gumamnya dalam munajah malam itu.
Tiiiiit...tit...tit...tiiiiit, suara ponsel Adi dan Budi berbunyi hampir bersamaan tapi dari tempat yang berjauhan di kost-kostan mereka
Sms itu berbunyi: “Asslm, ikhwah, Barokallah, berita gembira: undangn tuk antm dlm syuro walimah ust Ahmad & ukh efrita, bsk jam 5.30 di asrama Al Fatah,” mereka tersenyum bahagia, seiring dengan kantuk yang seolah memeluk erat kedua pelupuk matanya....dan tertidurlah mereka.

[04.15 a.m]...Adzan subuh itu membangunkan mereka, dan setelah membaca sms itu lagi, “hah, ukh efrita sama Ust Ahmad...??????” 

***

Ikhwatifillah, mangkanye “Ghadul Bashar” yee, kalau udah kepikiran saudara/i antum lawan jenis, baru tahu rasa ntar... yang terucap dalam benak hanya: kamu sich, ga’ pandai Ghadul Bashar. Murabbi ana pernah bilang, “kalau kamu ndak merasa apa-apa saat memandang akhwat/ lawan jenis, ya ndak apa-apa memandang, tapi ana jadi curiga kalau antum ndak merasa “apa-apa” saat memandang lawan jenis, jangan-jangan antum.... ???? disambut gelak tawa kami.

[akh ten: sebenarnya ana modif dari Annida, ana ganti nama, tokoh dan settingnya,
tapi yang penting Ibrahnya kan ikhwah... ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar